RILIS MEDIA HASIL PEMANTAUAN RESTORASI GAMBUT DI WILAYAH KONSESI DI PROVINSI JAMBI
Jambi,
21 Desember 2020
Kebakaran
hutan dan lahan (karhutla) dahsyat yang terjadi pada tahun 2015 lalu menjadi
satu tonggak peristiwa yang mendasari keluarnya Peraturan Presiden No. 1 tahun
2016 tertanggal 6 Januari 2016 mengenai
pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG), lembaga non struktural yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden untuk bekerja secara khusus, sistematis,
terarah, terpadu dan menyeluruh untuk mempercepat pemulihan dan pengembalian
fungsi hidrologis gambut yang rusak terutama akibat kebakaran dan pengeringan.
Dalam menyelenggarakan upaya memulihkan
fungsi ekosistem gambut untuk mencegah berulangnya karhutla serta dampak asap,
BRG mempunyai tugas memfasilitasi dan mengkoordinasi restorasi ekosistem gambut
seluas 2,6 juta hektar di 7 provinsi prioritas termasuk provinsi Jambi yang
mempunyai catatan buruk peristiwa karhutla yang merugikan masyarakat dan
negara.
Kepala
Dinas Kehutanan Provinsi Jambi pada saat itu Ir. Irmansyah Rachman, memberikan
pernyataan bahwa, dari luasan gambut di Provinsi Jambi yang berkisar 900 ribu
hektar, 80% diantaranya mengalami kerusakan akibat bencana asap tahun 2015.
Peristiwa karhutla terus berulang di provinsi Jambi, bahkan di tahun 2019 luas
area kebakaran mengalami peningkatan tajam dari 3 tahun sebelumnya.
Tabel luasan Karhutla Agustus-Oktober 2019 di
Provinsi Jambi .
Luas Terbakar |
Wilayah Gambut |
Non Gambut |
165.186,58 ha |
114.900,2 ha |
50.286.38 ha |
Dari
data luasan kebakaran yang berhasil dikonsolidasikan oleh WALHI dan diolah
dengan menggunakan data yang bersumber dari satelit landsat 8 dan Sentinel 2
pada periode 1 Agus - 31 Okt 2019. Untuk membantu dalam menunjukkan indikasi
area terbakar di olah metode Normalize Burn Ratio dan Hotspot overlay dengan
angka luasan kebakaran 165.186,58 hektar dengan komposisi di wilayah gambut
114.900,2 hektar dan non gambut 50.286.38 hektar.
Sementara itu, upaya pemulihan gambut rusak akibat karhutla di provinsi Jambi, yang ditargetkan untuk dilakukan restorasi oleh BRG, baik secara langsung maupun tidak langsung adalah 200.772 ha.
Tabel Target Luasan Restorasi di Provinsi Jambi
Menurut Peta Indikatif
Luas Yang Akan direstorasi |
Kawasan Lindung |
Budidaya Tak Berizin |
Budidaya Berizin |
200. 772 ha |
46.415 ha |
25.885 ha |
128.472 ha |
Jika
dilihat dari target wilayah yang akan direstorasi di atas, 63,9 % area berada
di wilayah izin, baik itu izin perusahaan perkebunan kelapa sawit, HTI maupun
HPH. “Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) PP No. 57/2016 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut mengenai pertanggungjawaban bagi
usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut yang
menyebabkan kerusakan Ekosistem Gambut di dalam atau di luar areal usaha
dan/atau kegiatan harus benar-benar serius ditegakkan”, tegas Rudiansyah,
Direktur Eksekutif Walhi Jambi.
Dari
hasil pemantauan lapangan, implementasi restorasi gambut di 8 perusahaan oleh
Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi dan WALHI Jambi pada bulan Agustus-November
tahun 2020, telah ditemukan fakta-fakta lapangan yang cukup mendasari kenapa
peristiwa kebakaran hutan dan lahan terus berulang, khususnya di wilayah
konsesi perusahaan.
Berdasarkan
dokumen Rencana Tindak Tahunan (RTT) BRG tahun 2018, Rencana Kontijensi BRG
2017, analisa tingkat terjadinya karhutla, peta Fungsi Ekosistem Gambut (FEG)
dan analisa spasial maupun interpretasi visual citra, tim pemantauan menentukan
beberapa titik sampel yang menjadi panduan pemantauan restorasi gambut 8
perusahaan. Hasil yang dijumpai di lapangan diantaranya:
1.
PT. Pesona Belantara Persada [HPH], dari 10 titik sampel sekat kanal yang telah
ditentukan, tim lapangan mendapatkan hasil 10 titik sekat kanal dilapangan. Dengan
kondisi berupa 5 titik yang ada sekat
kanalnya dalam kondisi rusak dan 5 titik
yang tidak ada sekat kanalnya. Selain sekat kanal, tim juga memantau keberadaan
sumur bor yang sebelumnya telah tercantum dalam dokumen perencanaan BRG, dari 5
titik sampel lokasi sumur bor, tim tidak menemukan infrastruktur sumur bor di
area tersebut.
2.
PT. Putra Duta Indah Wood [HPH], dari 10 titik sampel sekat kanal, tim dapat
menemukan 3 sampel sekat kanal dilapngan (SK 3, SK 4, SK 5) dimana hanya 1
sekat kanal (SK 4) yang ada sekat dengan
kondisi rusak.
Untuk
titik sampel sumur bor, tim memverifikasi keberadaan 4 titik sumur bor di
lokasi perusahaan. Hasilnya, tak satupun su mur bor berhasil ditemui di area
tersebut.
3. PT. Bahari Gembira Ria [perusahan perkebunan sawit], dari 8 sampel sekat kanal, tim hanya dapat memverifikasi 5 titik sekat kanal. Dari kelima titik tersebut, tim tidak melihat adanya sekat kanal yang dibangun. Berdasarkan RTT dan rencana kontijensi BRG, tidak terdapat rencana pembangunan sumur bor pada PT BGR.
4.
PT. Sumber Nusa Pertiwi [perusahaan perkebunan sawit], dari 5 sampel titik
sekat kanal, tim berhasil memverifikasi semua titik dengan hasil tidak
ditemukannya infrastruktur sekat kanal pada kelima lokasi tersebut. Berdasarkan
RTT dan rencana kontijensi BRG, tidak terdapat rencana pembangunan sumur bor
pada PT SNP.
5.
PT. Wira Karya Sakti [Perusahaan HTI] distrik VII, dari 5 sampel titik sekat
kanal, tim memverifikasi ke 5 lokasi tersebut dengan hasil tidak ditemukannya
infrasturktur sekat kanal yang dibangun. Sama halnya dengan infrastruktur sumur
bor. Dari 5 titik sampel, tim hanya dapat memverifikasi 3 titik dengan hasil tidak
ditemukannya infrastruktur sumur bor di ketiga titik yang dikunjungi.
6.
PT. Bahana Karya Semesta [perusahaan perkebunan sawit], Berdasarkan RTT dan
rencana kontijensi BRG, tidak terdapat rencana pembangunan sekat kanal maupun
sumur bor di PT BKS, namun tim menemukan 1 titik lokasi sumur bor yang masih
terawat.
7.
PT. Primatama Kreasi Mas [perusahaan perkebunan kelapa sawit], Berdasarkan RTT
dan rencana kontijensi BRG, tidak terdapat rencana pembangunan sekat kanal
maupun sumur bor di PT PKM, namun tim menemukan 2 titik sekat kanal dengan
kondisi, 1 sekat kanal yang tidak berfungsi dan 1 sekat kanal masih berfungsi.
Untuk infrastruktur sumur bor, tim menemukan 2 titik lokasi infrastruktur sumur
bor, dengan kondisi seluruhnya tidak terawat.
8.
PT. Kaswari Unggul [perusahaan perkebunan sawit], dari 5 sampel titik sekat
kanal, tim dapat memverifikasi 3 titik lokasi sekat kanal, dengan kondisi tidak
terdapat bangunan sekat kanal pada 3 lokasi titik tersebut. Untuk sumur bor,
dari 5 titik sampel, tim dapat memverifikasi 3 titik, dengan kondisi tidak
terdapat bangunan sumur bor di lokasi.
Dari
fakta-fakta temuan pemantauan lapangan di 8 perusahaan, dapat disimpulkan bahwa
upaya restorasi gambut yang dilakukan masih lemah. “Seharusnya pihak perusahaan
membuktikan keseriusan mereka dalam mendukung upaya restorasi gambut dengan
membangun infrastruktur restorasi yang tepat dan sesuai sasaran di wilayah
konsesinya,” ujar Feri Irawan, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi
dan Direktur Perkumpulan Hijau
Sebagai
penutup, Rudiansyah menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan penyelamatan gambut
membutuhkan komitmen kuat serta pengawasan ketat para pihak agar tujuan utama
pemulihan lahan gambut yang dapat mencegah laju perubahan iklim dapat
terlaksana dengan efektif dan efisien dan tepat sasaran, terutama bagi
kemaslahatan masyarakat Jambi”.
Narahubung:
- Rudiansyah: Direktur Eksekutif Daerah
WALHI Jambi, 0813 6669 9091
- Feri Irawan: Direktur Perkumpulan Hijau, Koordinator Simpul
Jaringan Pantau Gambut Jambi, 0811 7489 87